Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Profil

https://www.facebook.com/pages/Rekson-Silaban-Untuk-DPD-DKI-Jakarta

Swiss slide 1 title

Mengunjungi world economic forum di Davos, Swiss. 2012'

The Family slide 2 title

Luigi Ignacio And Morgan Gracia Silaban

The family slide 3 title

The roads in Canada

Merdi Ruminjdjap slide 4 title

The roads in Canada

SWISS slide 5 title

Mengunjungi world economic forum di Davos, Swiss. 2012'

Selasa, 28 Januari 2014

Acara solidaritas dan doa K3 di Asmi, Jakarta.

Acara solidaritas dan doa K3 di Asmi, Jakarta. Para caleg dideklarasikan, termasuk bang Alex Path diundang juga.





Di HKI Menteng Pulo, Jkt. Pose bersama dgn Pengurus baru Lutheran Church di Jakarta. Ketua pdt Colan Pakpahan, sekretris pdt Marihot Siahaan



Minggu, 15 Desember 2013

Natal 2013

Perayaan Natal Kerukunan Kawanua (K3) Pusat di indor Senayan. Malam ini 15/12. Phto dgn Ketum K3, Pdt. Tampi. Dihadiri sekitar 2000 orang.

Rabu, 01 Mei 2013

Selasa, 16 April 2013

CURRICULUM VITAE

CV Rekson Silaban

Biodata:
Nama Lengkap : Rekson Silaban
Tempat & Tgl Lahir : Pematang Siantar -Sumatera Utara, 8 Mei1966
Status Perkawinan : Kawin dengan Merdy Rumintjap.
2 anak : Luigi Ignacio & Morgan Garcia Stiva
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : Sarjana Ekonomi dari Universitas Simalungun Sumatera Utara
Non degree : Internasional Labor Standards, International Institute of Worker Education, Ternood, Belgium 2005-2006
Alamat Organisasi : KSBSI, Jl.Cipinang Muara Raya No.33. Jatinegara, Jakarta Timur
Webmail : http://www.ksbsi.or.id
Email : reksonsilaban@ksbsi.or.id
Private Email: Silaban234@gmail.com. Web: www.reksonsilaban.com

Pekerjaan :
- Governing Body for International Labor Organization (ILO) Geneva, Swiss 2005-2014
- Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) KSBSI sampai 2014
- Komisaris PT. Jamsostek 2007-2012
- Direktur  ‘Indonesia Labor Institute'sampai 2015
- General council of International Trade Union Confederation ITUC, Brussels 2005-2015


Pengalaman di Organisasi Nasional dan Internasional:

- Ketua GMKI Pematang Siantar 1990-1992
- Department Riset SBSI, 1992-1995
- Department Internasional SBSI, 1995-2000 – Deputy presiden KSBSI, 2000-2003
- Presiden KSBSI, 2003-2011
- Executive board Word Confederation of labor (WCL) 2002-2007
- Wakil president ITUC 2007-2010
- General Council ITUC (international trade union confederation) 2007-2015
- Ketua umum Perkumpulan Senior GMKI 20012-2015

Pengalaman Lain:

1. Pembicara di berbagai forum seminar nasional, khsususnya yang berkaitan dengan; hubungan industrial, jaminan sosial, standar perburuhan internasional, multilateral agencies.

2. Pembicara di berbagai forum internasional di Asia, Eropa, Amerika, Latin, Africa,
diantaranya:
- International Trade Union Conference on employment, Tokyo 20 June 2004
- Labor Standards Seminar, Sao Paolo, Brazil, 2005
- Symposium by International Human Rights Fund, Washington D.C 2006
- Trade Union Strategy in new context of Flexibilization, Bangkok 2007
- International Seminar on Xenophobia and Migrant Workers, Jordan 2007
- G20 trade union summit, London 2009, Washington 2010, Pittsburgh, USA 2010, Cannes 2011, Moskow 2012.
- TUAC meeting on Global Crisis and Employment, Paris November 2010
- Youth and Decent Work in Asia Pacific, Singapore May 2011
- Social security and wages, TUAC, Paris September 2011
- Diversity Challenges, Davos, Swiss 2012
- Annual meeting IMF dan WB, Washington October 2013
3. Ketua delegasi Indonesian ke sidang tahunan ILO di Geneva, Swiss tahun 1999, 2001, 2003, 2006, 2008, 2010, 2011

Buku yang ditulis Indonesia:
1. Pengupahan Melalui Negosiasi Bipartit, 2008
2. Reposisi Gerakan Buruh Indonesia. Diterbitkan oleh Sinar Harapan, 2010
3. Bersatu Atau Hilang Ditelan Sejarah. Diterbitkan oleh, Romawi Press, Depok, Jawa Barat, 2011.
4. Sistem Upah Minimum Indonesia, labor institute 2013

Edisi bahasa Inggris:
5. Repositioning Indonesia labour movement, FES 2010,
6. Unity or burried by history, Jakarta 2011.
7. Indonesia Union State of Affairs, ILO Bangkok 2012.

Penulis untuk media:
Penulis untuk media harian: Kompas, the Jakart Post, Suara Pembaruan, Bisnis Indonesia, Tribun.

Spesialisasi: Hubungan Industrial, Standar Perburuhan Internasional, Upah dan jaminan sosial, civil society movement.

Hobby:
Baca bukusejarah dan spionase, traveling, musik, saling berbagi
Motto:

“hidup hanya ada artinya bila berarti untuk banyak orang”

Jumat, 05 April 2013

Konferensi Bali dan Masyarakat Sipil


Ratusan aktivis masyarakat sipil dari beberapa negara akan berada di Bali, akhir Maret ini, dalam Konferensi Agenda Pembangunan Pasca-2015.

Semenjak Konferensi Panel Tingkat Tinggi (High-Level Panel/HLP) di Busan, Korea, kelompok masyarakat sipil diberikan akses untuk mengikuti pertemuan tingkat tinggi agenda pembangunan pasca-2015 Millenium Development Goals (MDGs). Keterlibatan kelompok ini diakui telah memperkaya perdebatan dalam persiapan perumusan dokumen MDGs pasca-2015. Masyarakat sipil juga tidak mau mengulang rumusan MDGs sebelumnya, yang tidak memuat isu hak asasi manusia, pekerjaan layak, skema pembiayaan pembangunan, tiadanya target yang jelas pada isu lingkungan, dan mengabaikan keterlibatan masyarakat sipil.

Tinggal tersisa tiga tahun untuk merealisasikan capaian MDGs. Terdapat beberapa target yang telah tercapai atau setidaknya akan tercapai, tetapi terdapat juga beberapa target yang tidak akan bisa dipenuhi pada tahun 2015. Untuk Indonesia, beberapa target yang menjadi agenda yang belum terselesaikan—antara lain—adalah masih pesatnya laju deforestasi, target sanitasi di daerah perkotaan dan pedesaan, dan upaya mengekang angka kematian ibu.

Menurut laporan Bappenas, pada pencapaian MDGs 2010 angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, sementara yang menjadi target MDGs adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Masyarakat sipil pesimistis bahwa Indonesia dapat mencapai target MDGs pada tahun 2015.

Harus ubah paradigma
Keterlibatan masyarakat sipil dalam Konferensi Agenda Pembangunan Pasca-2015 merupakan sebuah perjuangan perebutan konsep atau gagasan pembangunan. Inilah momentum buat masyarakat sipil untuk mengubah paradigma model pembangunan yang selama ini didominasi rezim pertumbuhan ekonomi. Masyarakat sipil sangat perlu untuk dapat memperkuat argumentasi, memperbaiki strategi komunikasi melalui riset, advokasi, dan kampanye yang lebih baik.

Dalam pertemuan konsultasi masyarakat sipil pada Februari lalu disepakati perlunya menggugat prestasi ekonomi yang sering kali dibanggakan Pemerintah Indonesia sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Sebab, apa yang dimaksud sebagai prestasi tersebut belum bisa menggambarkan situasi nyata yang ada di masyarakat.

Masyarakat sipil Indonesia tidak menemukan bukti-bukti yang memadai bahwa pertumbuhan yang inklusif dan menjamin pemerataan telah terjadi. Fakta-fakta peningkatan kesenjangan, akses yang sulit untuk mendapatkan pendidikan murah, kelangkaan pekerjaan yang layak, telah meyakinkan banyak pihak bahwa harus ada perubahan dalam orientasi pembangunan.

Oleh karena itu, ke depan, semua upaya dan langkah pembangunan di Indonesia dan dunia mesti dimaksudkan untuk menghapus kemiskinan dengan menetapkan target dan indikator yang jelas. Target ini dibuat dan diawasi melalui keterlibatan masyarakat sipil.

Selama ini, Pemerintah Indonesia selalu menyatakan optimisme mengenai pembangunan dengan indikator-indikator kuantitatif. Keberhasilan Indonesia mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen saat krisis finansial global diakui oleh institusi keuangan internasional sebagai bentuk kokohnya fundamental ekonomi Indonesia. Ditambah lagi dengan keberhasilan meningkatkan investasi asing dalam dua tahun terakhir ini, membuat seolah telah terjadi perbaikan kesejahteraan secara paralel. Akan tetapi, nyatanya tidak memiliki korelasi langsung dengan kehidupan mayoritas rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, semua upaya dan langkah pembangunan yang berorientasi pertumbuhan mesti beralih pada pembangunan berkelanjutan untuk mengakhiri kemiskinan. Namun, tanpa perubahan paradigma model pembangunan, Indonesia dan dunia tidak akan mencapai target yang ditetapkan. Bahkan, hanya mengulang kesalahan yang sama.

Bank Dunia sendiri, yang selama ini dianggap kampiun pendukung rezim pertumbuhan ekonomi, telah mengakui kekurangan sistem itu. Dalam laporan Bank Dunia yang dirilis awal 2013 dikatakan, "Pertumbuhan memang penting, tetapi tidak cukup untuk pembangunan yang inklusif. Pembangunan laju ketenagakerjaan kunci yang menjembatani antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan. Pekerjaan yang banyak dan berkualitas tidak mungkin dicapai hanya melalui satu dimensi tunggal, yaitu agenda pertumbuhan."

Dari pertemuan masyarakat sipil di Istanbul, Turki, tahun 2010, masyarakat sipil juga telah menyepakati prinsip yang akan jadi pegangan masyarakat sipil di seluruh dunia dalam rangka menghadapi kerja sama agenda pembangunan.

Agenda itu dikenal sebagai Istanbul CSO Development Effectiveness Principles. Berisi delapan hal, yaitu; (1) memajukan HAM dan keadilan sosial; (2) memperhatikan dimensi gender dalam memajukan hak-hak perempuan; (3) fokus pada kekuatan rakyat, kepemilikan terhadap demokrasi dan partisipasi; (4) memajukan lingkungan yang berkesinambungan; (5) menerapkan praktik transparansi dan akuntabilitas; (6) memacu pertumbuhan yang seimbang, kemitraan dan solidaritas; (7) menciptakan pengetahuan dengan saling berbagi dan komit terhadap pelajaran yang saling menguntungkan; dan (8) komit merealisasikan perubahan positif yang berkelanjutan. Inilah delapan prinsip yang menjadi pegangan masyarakat sipil dalam mengefektifkan kerja sama pembangunan negara Utara-Selatan.

Perumusan target
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam penyusunan kerangka kerja pasca-2015, antara lain tentang kerangka kerja dan rumusan target yang sedang dipersiapkan saat ini. Akibat situasi krisis ekonomi, terutama yang dialami negara-negara maju dan ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas di dunia pertama, kekuatan global politik dan ekonomi dunia juga telah berubah dan tidak lagi didominasi kelompok negara-negara maju. Pada sisi lain, peta kemiskinan dan ketimpangan juga mulai berubah, tak lagi didominasi negara-negara miskin, tetapi justru berada di negara-negara berpendapatan menengah.

Mengacu pada tantangan-tantangan tersebut, penyusunan kerangka kerja pasca-2015 menjadi sangat penting bagi Indonesia. Hal ini terkait dengan beberapa alasan, di antaranya bahwa Indonesia telah berkembang menjadi negara yang harus diperhitungkan, mengingat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan populasi yang cukup besar. Indonesia juga merupakan pasar yang prospektif untuk perdagangan barang dan jasa. Pengalaman Indonesia juga menunjukkan, perbaikan-perbaikan dalam pembangunan di Indonesia dapat dipengaruhi dan didukung kesepakatan-kesepakatan global.

Penunjukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua dalam Konferensi Panel Tingkat Tinggi oleh Sekretaris Jenderal PBB kita pandang sebagai peristiwa istimewa. Sebab, Indonesia berpeluang memasukkan perspektif masyarakat sipil yang menghargai inklusivitas, kemitraan, kesetaraan, dan keadilan serta penghargaan terhadap hak-hak kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Semoga tekad Presiden SBY untuk menciptakan zero global poverty rate tidak hanya menjadi pernyataan heroik tanpa capaian yang konkret dan terukur.

Rekson Silaban Anggota Dewan Pengarah Organisasi Buruh Internasional
(Kompas cetak, 28 Maret 2013)



 

Blogger news

-

About

.